Selasa, 12 Juli 2011

Penanganan Pasca Kecelakaan


Salah satu aspek mengurangi tingkat kematian dalam kecelakaan yang tercantum dalam  program Satu Dasawarsa PBB untuk Keselamatan Jalan (UN Decade of Action for Road Safety) 2011-2020, yang dimulai Mei 2011, adalah Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

Sebab untuk mengurangi tingkat kematian hingga 50 persen hingga 2020, pemberian pertolongan pertama sangat menentukan. "Pertolongan pertama pada kecelakaan difokuskan pada penyelamatan korban gawat dari kematian," buka Dr. Farid Husain, Sp.B.KBD, Ketua Bidang Pelayanan Kesehatan dan Sosial Rumah Sakit PMI, Jakarta.

Namun, pertolongan pertama ini ada tekniknya. “Tidak bisa sembarangan. Sebab, alih-alih untuk menolong malah bisa memperparah korban bahkan bisa berakibat fatal,” kata pria yang berkantor di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Untuk memberikan pertolongan pertama, ada tiga aspek yang perlu dipahami. Ketiga aspek itu kemudian biasa disingkat dengan ABC.

A (Airway) atau jalan nafas. Yaitu mengecek dan membetulkan posisi jalan nafas. Pertolongan untuk memberikan jalan nafas ini bisa dilakukan dengan metode chin lif. Yaitu menaikkan atau mengangkat tulang dagu kor ban dengan menggunakan dua ujung jari ke atas. Lalu diikuti dengan head tilt yaitu mempertahankan posisi itu. Semata dilakukan untuk membebaskan jalan nafas korban.

"Kalau perlu bagian dagu diberikan penyangga, agar posisi dagu stabil, tidak bergerak," lanjut dokter yang juga bertugas di Unit Tranfusi Darah Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat.

Lalu, B untuk breathing atau pernafasan. Untuk melakukannya biasanya memakai teknik lihat, dengar dan rasakan. Lihat maksudnya dengan memperhatikan apakah gerakan nafas korban simetris atau teratur.

Dengar, mendengarkan suara nafas korban. Apakah suara nafasnya normal atau ada suara lain yang timbul seperti ngorok atau seperti orang berkumur.  Kemudian rasakan, apakah ada hawa nafas korban. Jika pernafasan normal, hitung frekuensinya dalam satu menit, 12-20 kali. Jika kurang dari itu, segera berikan nafas bantuan.

Lalu periksa nadi carotis yang terletak di leher dengan menggunakan dua jari. Rasakan denyut nadi carotis selama 10 detik. Jika tidak ada gerakan nadi lakukan pijat jantung dan nafas buatan untuk membantu sirkulasi pernafasan. Hal ini dilakukan dengan pengulangan 6 kali secara bergantian. "ABC merupakan pertolongan pertama untuk memberikan bantuan hidup," terang bapak berambut putih itu.

Setelah ABC terlaksana, baru dilakukan mobilisasi, atau pemindahan korban ke tempat lain, seperti UGD. Untuk kecelakaan motor, perlu juga dilihat kondisi shock korban. Dengan cara mengangkat kaki korban setinggi 45 derajat untuk membantu memperbanyak aliran darah ke jantung.

Kalau ada tanda-tanda luka, seperti luka pada bagian bahu ke atas, atau bila terjadi tumbukan periksa juga ada atau tidak cedera pada tulang leher. "Biasanya cedera tulang didapat dari informasi korban. Dari sakit yang dirasa jika ada gerakan. Karena bagian belakang leher ini penting sebagai pusat syaraf yang mengatur fungsi vital manusia seperti pernafasan dan denyut jantung," lanjut dokter Farid lagi.

Kalau ada cedera di tempat lain seperti tangan atau kaki cek segera. Untuk bagian ini bisa diraba, apabila setelah jatuh ada tonjolan dan bila digerakkan korban kesakitan, pergunakan bidai atau pelindung untuk bagian yang dicurigai memar atau patah tulang.

Tindakan pertolongan pertama seharusnya diketahui oleh semua orang. Kalau di luar negeri setiap orang sudah memiliki kemampuan seperti ini. Tetapi di Indonesia, kemampuan pertolongan pertama masih sangat kurang di lingkungan masyarakat awam.

"Tindakan ini bukanlah monopoli dokter. Semua orang sebaiknya memiliki keterampilan P3K. Dengan langkah seperti ini, kematian akibat kecelakaan juga dapat dihindari," harap Farid.

Apalagi di lingkungan pengendara. Korban kecelakaan pengguna sepeda motor endara tergolong tinggi tapi minim di soal kemampuan pertolongan pertama.(motorplus-online)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More