Senin, 24 Januari 2011

Tips Membeli Rumah dengan Pembiayaan dari Bank

Ini hari Sabtu. Saya bingung juga mau posting soal apa karena sebentar lagi saya hendak meluncur ke Cikarang, ke acara Kopdar #4 Komunitas OpenSUSE Indonesia. Posting artikel kali ini mungkin bisa bermanfaat buat rekan-rekan yang ingin membeli rumah tapi uang tidak pernah cukup. Kalaupun ada tabungan, nilainya selalu naik turun dan tidak pernah mencapai posisi dimana kita bisa beli rumah tanpa pikir panjang :-).

Apa bedanya dengan tulisan-tulisan sejenis ? Bedanya, ini pengalaman saya pribadi jadi saya bisa memastikan informasi-informasi yang saya sampaikan dibawah ini valid dan update terbaru :-)

Preface

Memiliki rumah sendiri adalah idaman sebagian besar orang. Rumah sendiri memberikan kedamaian hati :-) , privacy yang lebih terjaga dan integritas pribadi yang lebih kuat. Ya ini sih perasaan saya saja, jadi jangan ngomel kalau pandangan kamu beda, hehehe...

Meski rumah sendiri juga berarti ada banyak pekerjaan merawat dan memperbaiki serta mempercantik rumah, hal ini masih bisa sebanding dengan manfaat yang diberikan oleh rumah, karenanya rumah-apalagi bagi keluarga muda atau pasangan yang baru menikah-bisa menjadi prioritas yang ingin dicapai. Syukur-syukur sebelum menikah sudah siap sedia rumah beserta isinya.

Harga rumah yang mahal adalah salah satu kendala yang paling menghambat impian untuk memiliki rumah. Untuk daerah Jabotabek dan kota-kota besar, harga rumah meningkat secara pasti setiap tahun. Harga rumah didaerah pinggiran atau pedesaan mungkin jauh lebih murah tapi itu juga berarti ada perbedaan akses jalan dan fasilitas yang disediakan. Rumah juga mungkin saja berharga murah meski bangunan fisik bagus. Ternyata, rumah itu murah karena ada dipinggir rel KA :-) atau rumah tersebut terletak dikawasan langganan banjir.

Saya masih ingat pengalaman pribadi sewaktu mulai fokus membidik rumah. Saat itu saya datang ke sebuah lokasi kantor pemasaran sebuah perumahan yang letaknya dekat dengan kantor isteri saya di DPRD Kota Bekasi. Saat kesana, saya disodori sebuah buklet berisi keterangan harga rumah berikut foto beberapa model rumah dan persyaratan kredit. Mata saya langsung bersinar hijau saat melihat harga rumah sebesar Rp. 75.000.000,-. Untuk lokasi yang cukup strategis dan mudah dijangkau, harga tersebut cukup murah.

Ternyata eh ternyata, harga itu adalah biaya PPN alias Pajak Pertambahan Nilai yang besarnya 10%. Dengan demikian, harga rumah adalah Rp. 750.000.000,-.

Terlanjur basah, saya tanya apakah ada model lainnya. Si marketing memberikan brosur yang lain. Saat membandingkannya, saya baru tahu kalau brosur yang awal adalah tipe rumah dengan harga paling murah. Rumah yang lain berkisar antara 1 hingga 3 M :-)

Akhirnya, dengan alasan melihat rumah contoh, saya langsung ngacir kabur sambil tertawa geli. Bagi anak yang dilahirkan di kampung seperti saya, harga segitu bisa membuat saya jadi juragan dikampung. Saya bisa beli sawah berhektar-hektar yang lebih produktif dan tetap bisa memiliki rumah bertingkat. Pengalaman yang membuat isteri saya tertawa terbahak-bahak. Isteri saya bertanya, "Nggak malu tadi mas"

Saya cuma tersenyum geli. Karena sering ikut hiking dan biasa terbuka dalam melontarkan suatu gagasan, ide atau pertanyaan, pengalaman saya di kantor pemasaran tersebut tidak masalah buat saya. Kalaupun mereka membaca raut muka terkejut diwajah saya, ya tak masalah. Bahkan andaikata si bagian pemasaran bilang, "Mas, kalau nggak punya uang nggak usah tanya-tanya deh", tetap tak ada masalah buat saya. I'm a happy world lovers. Dunia nggak akan kiamat andaikata kita dihina oleh orang. Toh kata-kata itu juga nggak keluar kok. Kita teh "Easy Going Lifestyle" aza lah


Kita dapat membeli rumah baik secara tunai maupun kredit, namun persentase orang yang memiliki dana tunai untuk membeli rumah tidaklah banyak. Mayoritas adalah pembeli rumah secara kredit.

Selama ini gencar ditawarkan rumah baru yang dibangun oleh developer, padahal kita juga bisa memanfaatkan kredit dari bank untuk membeli rumah yang sudah pernah ditempati atau rumah yang dibangun oleh perorangan. Keuntungannya adalah, kita bisa mendapatkan rumah dengan tanah dan bangunan yang lebih luas daripada rumah yang dibangun developer
dengan harga relatif sama atau malah lebih murah. Pengalaman saya, saya bisa mendapatkan rumah dengan luas tanah 165 M2 dan luas bangunan 130 M2 dengan biaya yang lebih murah daripada rumah yang dibangun developer dengan luas tanah hanya 105 M2 dan luas bangunan 90 M2.

Bagi bank, persyaratan pengajuan kredit hampir sama baik untuk rumah baru maupun rumah yang sudah pernah ditempati. Prinsipnya, bank menyediakan dana dengan jaminan properti yang akan dibeli.
Berikut adalah syarat-syarat yang perlu dipersiapkan jika ingin mengajukan kredit pada bank baik untuk pembelian rumah :
  1. Fotocopy KTP dan aslinya (untuk dibandingkan. Dibutuhkan saat akad kredit. Jangan sampai punya fotocopy KTP tapi yang asli hilang :-D )
  2. Slip gaji asli 3 bulan terakhir
  3. Catatan rekening Bank (jika menggunakan Bank BCA, bisa melakukan print-out mutasi rekening 3 bulan terakhir melalui Klik BCA)
  4. Surat keterangan bekerja dari perusahaan
  5. Kartu Keluarga
  6. Surat Nikah (bagi yang sudah menikah. Kalau yang belum, lekaslah menikah. Sesungguhnya menikah itu membawa kebahagiaan, hihihi... )
Jika bukan rumah baru (untuk rumah baru biasanya sudah disiapkan oleh pihak developer) :

   1. Sertifikat tanah
   2. IMB
   3. PBB

Salah satu syarat utama yang harus kita perhitungkan adalah maksimal cicilan tidak boleh melebihi 1/3 dari total pendapatan. Jika estimasi cicilan sebesar 1 juta rupiah, pendapatan kita harus 3 juta rupiah atau lebih. Bank juga akan menilai apakah kita memiliki hutang dari pihak lain (kartu kredit, pinjaman dari bank lain, potongan gaji dari perusahaan) dan hutang-hutang tersebut akan mempengaruhi jumlah maksimal kredit yang bisa dikucurkan oleh bank.

Jangan sekali-kali berbohong mengenai jumlah hutang pada pihak ketiga, misalnya soal hutang kartu kredit dan hutang ke lembaga lainnya. Bank memiliki hak dan kemampuan menelusuri data hutang yang dihimpun oleh Bank Indonesia. Jika nama anda disearch, daftar hutang-hutang anda akan segera dilist dan akan diketahui riwayat pembayarannya, apakah anda pernah gagal bayar (default), lancar atau malah pernah menunggak pembayaran.

Jangan juga melakukan manipulasi angka nilai gaji. Jikapun ini dilakukan, lakukanlah secara professional, :-). Jika gaji sebesar 100 ribu misalnya, jangan menulisnya menjadi 300 ribu dengan harapan pihak Bank mau menyetujuinya, padahal data transfer gaji dari perusahaan tidak pernah menunjukkan angka demikian. Saya sangat merekomendasikan untuk tidak mengubah besaran gaji. Saya sendiri berpendapat, sesuatu yang diawali dengan cara yang kurang baik akan melalui jalan yang berliku.

Jika gaji kita tidak mencukupi tapi kita sudah menikah (hehehe, jangan menuduh saya menyarankan untuk meminjam uang pada suami/isteri atau mertua), kita bisa menggunakan metode joint income. Artinya, pendapatan kita akan digabungkan dengan pendapatan pasangan. Jika gaji kita Rp. 1 juta dan gaji isteri Rp. 1 juta, maka total pendapatan kita bisa mencapai 2 juta. Ini artinya, cicilan sebesar Rp. 600 ribu masih bisa dicover dibandingkan cicilan sebesar Rp. 300 ribu jika gaji kita yang dijadikan sebagai bahan pengajuan kredit.

Ingat, perhitungkan juga pengeluaran yang anda keluarkan untuk biaya hidup bulanan. Mungkin saja gaji anda 3X dari jumlah cicilan namun ternyata pengeluaran mencapai 2/3 dari gaji tiap bulannya, entah itu untuk biaya pendidikan, makan minum, perawatan rumah dan lain-lain. Selain membuat bank ragu, hal ini akan membuat hidup anda tidak nyaman. Bagaimana bisa nyaman jika 1 hari setelah terima gaji yang tersisa hanya slipnya saja :-).
sumber = http://www.vavai.com/

2 komentar:

Aku juga bingung kenapa gaji itu kok kesannya numpang lewat aja.Apa mungkin ya bisa beli rumah...Amin semoga sama Alah dikasih rejeki banyak..

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More